Sejarah

Energi terbarukan merujuk pada sumber energi yang dapat diperbarui secara alami dalam jangka waktu singkat, seperti sinar matahari, angin, air, dan biomassa. Berbeda dengan energi fosil yang memerlukan jutaan tahun untuk terbentuk, energi terbarukan berasal dari sumber daya yang selalu ada atau dapat dipulihkan dalam waktu singkat.

Sejarah Energi Terbarukan

Konsep energi terbarukan mulai dikenal pada tahun 1970-an sebagai upaya untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil.

Namun, penggunaan energi panas bumi secara komersial pertama kali baru terjadi pada tahun 1830, ketika orang dapat membayar satu dolar untuk menggunakan pemandian yang dialiri oleh tiga sumber air panas di kota Hot Springs, Arkansas. Sekitar 60 tahun kemudian, sistem pemanas distrik pertama dipasang di Boise, Idaho, memompa air dari sumber air panas ke lebih dari 200 rumah dan bisnis. Pada tahun 1904, seorang pangeran Italia, Piero Conti, menyalakan bola lampu melalui eksperimen tenaga panas bumi yang memanfaatkan uap dari ladang panas bumi Larderello di Tuscany. Karyanya kemudian memuncak dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap komersial di wilayah tersebut.

Di Indonesia, potensi energi terbarukan sangat besar, termasuk tenaga surya, angin, hidro, dan biomassa. Namun, hingga tahun 2020, pemanfaatannya baru mencapai sekitar 2,5% dari total kapasitas yang tersedia.

Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi energi terbarukan mengalami penurunan biaya yang signifikan. Misalnya, biaya rata-rata untuk penggunaan energi surya mengalami penurunan harga hingga 26% pada tahun 2018.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa energi terbarukan semakin menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan energi global, seiring dengan upaya mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil dan mengatasi perubahan iklim.